1.
Definisi Penerjemahan
Dalam bidang teori penerjemahan terdapat
istilah translation dan interpretation yang di gunakan dalam
konteks yang berbeda-beda meskipun kedua istilah itu terfokus pada pengalihan
pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran . Pada umumnya istilah
translation mengacu pada pengalihan pesan tertulis dan lisan. Namun, jika kedua
istilah tersebeut dibahas secara bersamaan, maka istilah translatoin
menunjuk pada pengalihan pesan tertulis dan istilah interpretation
mengacu hanya pada pengalihan pesan lisan. Perlu pula kita bedakan antara kata
penerjemahan dan terjemahan sebagai padanan dari translation. Kata penerjemahan
mengandung arti proses alih pesan, sedangkan kata terjemahan artinya hasil dari
suatu penerjemahan.
Para pakar teori penerjemahan
mendefinisikan penerjemahan dengan cara yang berbeda-beda. Definisi-definisi
penerjemahan yang mereka kemukakan ada yang lemah, kuat, da ada pula yang
saling melengkapi satu sama lain. Catford (1965), misalnya, Mendefinisikan
penerjemahan sebagai proses penggantian suatu teks bahasa sumber dengan teks
bahasa sasaran. Seorang penerjemah tidak akan mungkin dapat menggantikan teks
bahasa sumber dengan bahasa sasaran karena struktur kedua bahasa itu pada
umumnya berbeda satu sama lain. Materi teks bahasa sumber juga tidak pernah
digantikan dengan materi teks bahasa sasaran. Selanjutnya, Kridalaksana (1985)
mendefinisikan penerjemahan sebagai pemindahan suatu amanat dari bahasa sumber
ke dalam bahasa sasaran dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kemudian
gaya bahasanya. Definisi ini lebih banyak dianut karena alsan-alasan tertentu. Pertama,
suatu konsep dapat diungkapkan dalam dua bahasa yang berbeda. Kedua,
setiap pesan yang dialihkan pasti diungkapkan atau diwujudkan dalam bentuk
bahasa baik secara lisan maupun secara tertulis. gaya bahasa terjemahan
merupakan salah satu aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam setiap
kegiatan menerjemahkan.
2.
Jenis-Jenis penerjemahan
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
ikut mendorong kegiatan penerjemahan, mengingat sebagian besar buku-buku
pengetahuan yang tersebar masih dalam bahasa asing. Latar belakang itulah yang
akhirnya semakin mendorong para penerjemah untuk berlomba menghasilkan karya
terjemahan yang berkualitas.
Pada dasarnya Catford (1974:16)
hanya menyebutkan tiga jenis penerjemahan yaitu: 1) penerjemahan kata per kata(word
for word translation), 2) penerjemahan harfiah (literlal translation),
dan 3) penerjemahan bebas (free translation). Tapi dalam prakteknya
proses penerjemahan diterapkan berbagai jenis penerjemahan. Hal itu
disebabkan oleh 4 faktor, yaitu: 1) Adanya perbedaan sistem bahasa sumber
dengan sistem bahasa sasaran, 2) adanya perbedaan jenis materi teks yang
diterjemahkan, 3) adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat komunikasi, dan
4) adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan suatu teks. Dalam kegiatan
menerjemahkan yang sesungguhnya, keempat faktor tidak selalu berdiri sendiri
dalam artian bahwa ada kemungkinan kita menerapkan dua atau tiga jenis
penerjemahan sekaligus dalam menerjemahkan sebuah teks.
3.
Penerjemahan Kata Demi Kata (word for word translation)
Penerjemahan kata demi kata adalah suatu
jenis penerjemahan yang pada dasarnya masih sangat terikat pada tataran kata.
Dalam melakukan tugasnya , penerjemahan hanya mencari padanan kata bahasa
sumber dalam bahasa sasaran, tanpa mengubah susunan kata dalam terjemahannya.
Susunan kata dalam kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam
kalimat aslinya. Penerjemahan tipe ini bisa diterapkan hanya kalau bahasa
sumber dan bahasa sasaran mempunyai struktur yang sama. Sebaliknya, kalau
struktur kedua bahasa itu berbeda satu sama lain, penerjemahan kata demi kata
seyogyanya dihindari karena hasilnya akan sulit dipahami dan struktur
kalimatnya tentu saja menyalahi struktur kalimat bahasa sasaran. Berikut ini
contohnya:
I like that clever student.
(Saya menyukai itu pintar anak)
Penutur asli bahasa Indonesia secra
spontan akan mengatakan bahwa struktur kalimat terjemahan diatas salah meskipun
makna kalimat itu sebenarnya mudah ditangkap. Permasalahan akan semakin rumit
jika penerjemahan tipe ini digunakan untuk menerjemahkan kalimat berikut ini
Two third of the applicant are interested in studying
technology management.
(Dua ketiga dari itu pelamar-pelamar
adalh tertarik dalam mempelajari teknologi manajemen.)
Tanpa membaca kalimat bahasa inggrisnya,
kita akan mengalami kesulitan dalam menangkap makna kalimat terjemahan itu,
kita pun akan mengalami kesulitan dalam memperbaikinya.
Dan
perhatikan contoh lain berikut ini:
Myta
is a teacher in elementary school. She teaches grade four.
She has 33 students, 15 boys and 18 girls.
She likes them all, and her students like her too. She is very patient and help
them. She is very good teacher.
Selanjutnya, perhatikan terjemahan kalimat kalimat yang
di garis bawahi:
She
teaches grade four = Dia mengajar kelas empat
She
has 33 students,15 boys and 18 girls =
Dia mempunyai 33 murid, 15 laki-laki
dan 18 perempuan
Penerjemahan kalimat-kalimat tersebut
bersifat kata demi kata secara lansung. Tiap kata bahasa Inggris digantikan
dengan kata padanannya dalam bahasa Indonesia. Demikian pula strukturnya
mengandung unsur subyek, verba, dan obyek. Dan bagaimanapun juga kalimat
kalimat seperti diatas jarang kita temukan dalam aktivitas menerjemahkan yang
sesungguhnya, yakni menerjemahkan Word For Word
4.
Penerjemahan Bebas( free translation)
Penerjemahan bebas adalah penerjemahan
yang selalu terikat oleh sistem kebahasan. Seperti diungkapkan
oleh catford (1974:25) ”A free translation is always unbounded equivalences
shunt up, and down the rank scale, but tend to be at the higher ranls-sometimes
between larger units than sentence”.
Penerjemahan harus mampu menangkap amanat dalam bahasa sumber
pada tataran paragraf atau wacana secara utuh dan kemudian mengalihkan serta
mengungkapkannya dalam bahasa sasaran. Hal itu sukar dilakukan terutama oleh penerjemah yang belum berpengalaman.
Kalau pun ada terjemahan bebas, terjemahan yang seperti itu pada umumnya hanya
terbatas pada tataran frasa, klausa, atau kalimat. Unkapan-unkapan idiomatik
dan peribahasa seringkali diterjemahkan secara bebas, seperti contoh berikut
ini.
-To
play truant (membolos)
-To
kick something around (membahas)
-Killing
two birds with one stone (menyelam sambil minum air)
Penerjemahan bebas tidak sama dengan
penyaduran. Pesan dalam terjemahan bebas harus tetap setia pada pesan yang
terkandung dalam bahasa sumber. Penerjemahan hanya mempunyai kebebasan yang
terbatas dalam mengungkapkan pesan itu dalam bahasa sasaran; dia tidak
mempunyai kebebasan dalam memodifikasi karya asli.
Terjemahan bebas bukanlah terjemahan yang
memperlakukan bahasa sumber secara sewenang-wenang yaitu dengan cara meringkas
atau memendekan yang panjang. Akan tetapi pengertian terjemahan bebas disini
adalah kebebasan dalam mengungkapkan pesan dalam bahasa sasaran.
Terjemahan bebas bukanlah terjemahan yang
memperlakukan bahasa sumber secara
sewenang-wenang yaitu dengan cara
meringkas atau memendekan yang panjang. Akan tetapi pengertian terjemahan bebas
disini adalah kebebasan dalam mengungkapkan pesan dalam bahasa sasaran.
5.
Penerjemahan Harfiah (literal translation)
Penerjemahan ini terletak antara
penerjemahan bebas (free translation) dan penerjemahan kata demi kata (word
for word translation). Penerjemahan ini dapat dimulai dari terjemahan kata
demi kata akan tetapi di buat perubahan dan di desuaikan dengan kata dalam
bahasa sasaran. Catford (1974:26) Mendefinisikannya
sebagai berikut: ”literal translation lies between these extremes (free
translation and word for word translation); it may start, as it were, from a
word-for-word translation, but make changes in conformity with TL grammar”.
Penerjemahan tipe ini biasanya diterapkan
apabila struktur kalimat bahasa sumber berbeda dengan struktur kalimat bahasa sasaran. Seperti perbandingan
tiga jenis penerjemahan berikut ini:
Kalimat bahasa Inggris
|
Terjemahan kata demi kata
|
Terjemahan harfiah
|
Terjemahan bebas
|
His
heart is in the eight place
|
Kepunyaannya hati adalah dalam itu benar tempat
|
Hatinya berada di tempat yang benar
|
Dia baik hati
|
6.
Penerjemahan Pragmatik (pragmatic translation)
Jenis terjemahan ini mengacu pada
penerjemahan suatu pesan yang menekankan pada ketepatan informasi yang
disampaikan dalam BSU (Brislin, 1976:3). Jika di perlukan penerjemah harus
menambah beberapa informasi untuk membuat terjemahannya lebih jelas bagi
pembaca( Nababan, 1997:25). Penerjemahan pragmatik tidak begitu memperhatikan
aspek bentuk astetik BSU. Contoh penerjemahan pragmatik dapat dilihat dalam
penerjemahan dokumen-dokumen teknik dan niaga yang lebih mengutamakan informasi
atau fakta. Beriku ini beberapa contoh terjemahan pragmatik:
White
cross baby powder is soft and smoothing. It absorbs moisture and keeps baby
cool and comfortable. It contains Chlorhexidine, and antiseptic widely used in
hospitals and clinics.
(White
cross baby powder lembut dan halus, menyerap kelembaban, menjaga kesegaran dan
kenyamanan bayi anda. Mengandung chlorhexidine 0.038% antiseptic yang banyak
digunakan dirumah sakit dan klinik.)
For
baby: after bathing, dust generously over the skin, taking special care where
the skin folds and creases . use after baby’s bath and every change.
(Untuk bayi: taburkan bedak pada seluruh kulit sehabis
mandi terutama pada bagian-bagian lipatan kulit. Gunakan pada setiap
menggantikan popok dan sehabis mandi.)
Ada beberapa kesalahan tata bahasa baik
dalam teks asli maupun dalam terjemahannya. Kata soft, misalnya tidak paralel
dengan kata smoothing, dan ada kecendrungan penghilangan unsur subjek dalam
kalimat terjemahan.
Fenomena diatas menunjukan bahwa dalam
penerjemahan pragmatik, masalah bentuk bahasa kurang diperhatikan. Penerjemah
lebih memusatkan perhatiannya pada pengalihan informasi yang selengkap mungkin.
Jika diperlukan, penerjemah harus menambah beberapa informasi untuk membuat
terjemahannya itu lebih jelas bagi pembaca. Dalam terjemahan diatas terdapat
kata-kata bayi anda dan 0.038% meskipun kata-kata tersebut tidak terdapat dalam
teks asli.
7.
Penerjemahan Estetik-Puitik(esthetic-poetic
translation)
Dalam penerjemahan estetik-puitik,
penerjemah tidak hanya memusatkan perhatiannya pada masalah penyampaian
informasi, tetapi juga pada masalah kesan, emosi dan perasaan dengan
mempertimbangkan keindahan bahasa sasaran (Nababan, 1997:26). Penerjemahan
estetik-puitik juga sangat berbeda dari penerjemahan pragmatik yang lebih
mengutamakan penyampaian informasi yang akurat .Penerjemahan estetik-puitik
disebut juga penerjemahan sastra, seperti penerjemahan puisi,prosa, dan drama
yang menekankan konotasi emosi dan gaya bahasa. Penerjemahan tipe ini sulit
dilakukan karena sastra bahasa yang satu berebeda dari bahasa saatra yang lain,
dan demikian juga kebudayaan yang melatarbelakanginya. Seorang penulis
mengisyaratkan pendapatnya berikut ini:
”Kita ketahui bahwa bahasa mempunyai keanehan-keanehan
tersendiri. Oleh karena itu sastrawan
harus menuangkan harunya dalam bentuk yang telah ditentukan bahasannya.
Sebenarnya pernyataan ini terlalu berlebihan , karena kita tahu, bahwa tidak
ada kebudayaan yang sama, dan bahasa sebagau alat mengkodekan kebudayaan itu
berlainan pula. Oleh sebab itu apa yang dikatakan oleh Croce memang betul,
yaitu bahwa suatu sastra tidak mungkin diterjemahkan ke dalam bahasa lain.
Namun, ada pula terjemahan-terjemahan sastra yang baik.” (1985:25)
8.
Penerjemahan Etnografik (ethnography translation)
Dalam penerjemahan jenis ini, penerjemah
berusaha menjelaskan konteks budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran (brislin,
1976:3) penerjemahan harus peka, terhadap cara bagaimana, kata-kata itu
digunakan dalam konteks budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran.
Misalnya contoh berikut ini:
Penggunaan yang berbeda antara (Yes dan
No)
Hal ini akan sukar dilakukan apabila suatu
kata bahasa sumber ternyata belum atau tidak mempunyai padanan dalam bahasa
sasaran, yang disebabkan oleh berbedanya
budaya pemakaian kedua bahasa itu. Kata modin misalnya, tidak mempunyai
padanan dalam bahasa inggris untuk mengatasi masalah yang seperti ini,
penerjemah biasanya akan membiarkan kata modin itu tetap tertulis dalam bahasa
indonesia. Kemudian dia memberi anotasi
atau keterangan perihal arti dari kata tersebut. Cara ini dianggap yang
paling tepat dalam mengatasi ketiadaan padanan kata bahasa sumber dalam bahasa
sasaran yang disebabkan oleh kedua bahasa itu berebeda satu sama lain.
9.
Penerjemahan Semantik
(semantic translation)
Penerjemahan semantik terfokus pada
pencarian padanan pad tataran kata dengan terikat pada budaya bahas sumber.
Penerjemahan tipe ini berusaha mengalihkan makna komtekstual bahasa sumber yang
sedekat mungkin dengan struktur sintaksis dan semantik bahasa sasaran (Newmark,
1981:39). Maksud dari pernyataan itu adalah jika suatu kalimat perintah bahasa Inggris diterjemahkan kedalam
bahasa indonesia, misalnya, maka terjemahannya pun harus berbentuk kalimat
perintah. Kata-kata yang membentuk kalimat perintah bahasa Inggris itu harus
mempunyai komponen makna yang sama dengan terjemahannya dalam bahasa indonesia.
Konsep penerjemahan semantik dan penerjemahan komunikatif sangat mirip,
sehingga perbedaan nyata antara keduanya hanyalah perbedaan penekanan. Selain itu,
penerjemhan tipe ini juga mirip dengan penerjemahan linguistik pada tataran
kata, tetapi sangat berebda dengan penerjemahan kata demi kata yang tidak
terikat pada budaya bahasa sumber. Misalnya pada contoh berikut ini:
1.
konteks/Situasi A
Mr Andrew : You
must not go out this evening.
Harry : Yes, dad.
2.
Konteks/Situasi B
Mr Andrew : You
must not go out this evening.
Harry :
Yes, sir.
Kedua contoh diatas menunjukan bahwa Harry memberikan tanggapan
yang berbeda yang tercermin dari kata-kata yang digunakannya. Dalam dialog A,
Harry menggunakan kata dad, dan kata sir untuk dialog B, meskipun
kedua kata itu mengacu pada referen atau objek yang sama, yaitu Mr Andrew (ayah
Harry). Kata dad harus
diterjemahkan menjadi pa, sedangkan kata sir harus diterjemahkan menjadi
pak.
Seperti penerjemahan komunikatif,
penerjemahan semantik mempunyai kelemahan jika diterapkan, yang disebabkan oleh
keterikatan penerjemahan pada budaya bahasa sumber pada saat dia melakukan
tugasnya. Padahal, budaya yang melatarbelakangi bahasa sumber dan bahasa
sasaran pasti berbeda. Akibatnya penerjemahan tipe ini seringkali sulit
diterapkan terutama dalam menerjemahkan kata-kata bermakna abstrak dan
subjektif.
10.
Penerjemahan Dinamik (Dynamic translation)
Penerjemahan dinamik disebut juga sebagai
penerjemahan wajar. Amanat bahasa sumber dialihkan dan diungkapkan dengan
ungkapan-ungkapan yang lazim dalam bahasa sasaran. Segala sesuatu yang berbau
asing atau kurang bersifat alami, bauk dalam kaitannya dengan konteks budaya
ataupun dalam pengungkapannya dalm bahasa sasaran sedapat mungkin dihindari.
Penerjemahan tipe ini sangat mengutamakan pengalihan amanat dan juga sangat
memperhatikan kekhusuan bahasa sasaran.
Selaras dengan sifat-sifat penerjemahan dinamik,
kalimat bahasa Inggris ini contohnya:
The author has organized this book since 1995.
Kurang tepat jika diterjemahkan menjadi,
Penulis telah mengorganisasi buku ini
sejak 1995.
Penggunaan kata mengorganisasi dalam
kalimat terjemahan itu kurang lazim. Kita biasanya menggunakan kata menyusun
sebagai padanan kata to organize, terutama jika kata itu dikaitkan
dengan penulisan buku.
11.
Penerjemahan Komunikatif dan Semantik
Dalam bukunya yang berjudul Approaches to Translation,
Newmark (1981) menyediakan dua bab khusus untuk membahas penerjemahan
komunikatif dan semantik. Pada bagian pertama
dari kedua bab itu diuraikan secara singkat sejarah dan hakekat penerjemahan
mulai dari periode pra-linguistik modern abad ke 19. Newmark juga menjelaskan
timbulnya silang pendapat tentang apakah penerjemah harus lebih memperhatikan
bahasa sumber ataukah bahasa sasaran, dan adanya pandangan tentang prinsip
penerjemahan pada masa itu yang memberi penekanan pada pencarian padanan
unsur-unsur formal, seperti kata atau struktur kata.
12.
Penerjemahan Linguistik (linguistic translation)
Penerjemahan linguistik ialah
penerjemahan yang hanya berisi informasi
linguistik yang implisit dalam bahasa sumber yang dijadikan eksplisit, dan yang
dalam perubahan bentuk dipergunakan transformasi balik dan analisis komponen
makna. Dalam penerjemahan linguistik, kita hanya menemukan informasi
linguistik, seperti morfem, kata frasa,klausa dan kalimat. Pada umumnya
penerjemahan linguistik ditrepkan jika terdapat ketaksamaan dalam bahasa sumber
baik pada tataran kata, frasa, klausa, ataupun pada tataran kalimat, khususnya
kalimat kompleks. Kalimat kompleks bahasa Inggris yang mengandung ketaksaan,
misalnya, harus diubah menjadi kalimat inti untuk menangkap maknanya, sebelum
kata kalimat taksa itu diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia. Penerapan
transformasi balik dan analisis komponen makna itu dalam penerjemahan dianggap
perlu mengingat ada kemungkinan penerjemah berhadapan dengan dua buah kalimat bahasa sumber yang mempunyai struktur
lahir yang sama, tetapi struktur batin kedua kalimat itu berbeda satu sama
lain; ada kemungkinan dia juga berhadapan dengan kata bermakna ganda. Misalnya contoh
berikut:
- Harry is willing to help
- Harry is
difficult to help
Kalimat A dan B Diatas mempunyai struktur
lahir yang sama. Keduanya di bangun dengan kelas kata yang sama pula. Seseorang
yang sudah mempunyai kompetensi bahasa Inggris yang baik akan mengetahui bahwa
struktur batin kedua kalimat tersebut berbeda. Dalam kalimat A, Harry adalah
pelaku aktivitas to help. Dengan kata lain, Harry-lah yang mau menolong
(seseorang). Sebaliknya, dalam kalimat B, Harry adalah patient kata
kerja to help. Dengan kata lain, Harry adalah orang yang sulit untuk
dibantu oleh seseorang. Informasi linguistik yang tersirat dalam kalinat taksa
itu diubah menjadi kalimat yang tidak taksa dengan memunculkan struktur
batinnya dalam bentuk yang tersurat. Misalnya:
Struktur Lahir
(Surface Structure)
|
Struktur Batin
(Deep structure)
|
- Harry is willing to help.
- Harry is difficult to help.
|
Harry
is willing to help one
Harry
is difficult for one to hel
|
Struktur batin kalimat A dan B menunjukan
bahwa kata Harry menghasilkan dua hubungan yang saling berbeda dengan kata
kerja to help. Melalui cara itu, kesalahan dalam menerjemahkan kedua
kalimat tersebut ke dalam bahasa Indonesia dapat dihindari.
Diatas telah disebutkan bahwa seseorang
penerjemah mungkin berhadapan dengan kalimat
taksa karena didalamnya terdapat kata taksa. Untuk mengatasi ketaksaan
menerjemahkan kedua kalimat itu dalam kalimat dengan bantuan analisis
sintaktikal dan kontekstual.
13.
Penerjemahan Komunikatif ( Comunicative Translation)
Dengan berpedoman pada hakekat komunokasi,
Newmark (1981:62) mengemukakan pandangannya tentang fungsi terjemahan sebagai
alat komunikasi melaui pernyataan sebagai berikut
”...Penerjemahan pada dasarnya merupakan komunikasi atau
cara penunjukan satu atau lebih orang yang saling berbicara.”
Sebagai alat komunikasi, terjemhan khusus
harus dikembalikan pada fungsi utamanya sebagai suatu alat untuk menyampaikan
atau mengungkapkan suatu gagasan atau perasaan kepada orang lain. Jika pendapat
ini bisa diterima, maka suatu terjemahan seyogyanya tidak hanya mempunyai
bentuk dan makna, tetapi juga fungsi.
Seperti tipe-tipe diatas penerjemahan
lainnya, penerjemahan komunukatif pada dasarnya juga menekankan pengalihan
pesan. Perbedaannya, selain tersebut di atas, terletak pada kepeduliannya pada
masalah efek yang ditimbulkan oleh suatu terjemahan pad pembaca atau pendengar.
Penerjemahan komunikatif sangat memperhatikan para pembaca atau pendengar
bahasa sasaran yang tidak mengharapkan adanya kesulitan-kesulitan dan
ketidakjelasan dalam teks terjemahan. Mereka mengharapkan adanya pengalihan
unsur-unsur bahasa sumber kedalam kebudayaan dan bahasa mereka. Penerjemahan
komunikatif juga sangat memperhatikan keefektifan bahasa terjemahan. Kalimat
Awas Anjing Galak, misalnya, akan lebih tepat jika diterjemahjan menjadi, Beware
of the dog!, daripada, Beware of the vicious dog!, karena
bagaimanapun juga kalimat terjemahan yang pertama sudah mengisyaratkan bahwa
anjing yang dimaksud adalah galak (vicious). Keduanya, kalimat Awas
anjing galak! Dan terjemahannya, Beware of the dog!, menpunyai efek yang
sama dan tergolong kalimat yang efektif.
Penerjemahan komunikatif mempersyaratkan
agar bahasa terjemahan mempunyai bentuk, makna dan fungsi. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian karena ada kemungkinan suatu kalimat sudah benar secara sintaksis, tetapi maknanya
tidak logis; atau, bentuk dan maknanya sudah benar, namun penggunannya tidak
tepat, sperti yang tampak dalam contoh berikut ini:
1.Could you told me the way to the raily station?
(Secara sintaksis kalimat ini salah,
meskipun maknanya logis).
2.Could
you tell the door the way to the raily station?
(Secara sintaksis kalimat ini benar, meskipun maknanya
tidak logis)
Bandingkan kedua kalimat diatas dengan kalimat dibawah
ini:
3.Student: Mr Black (a lecturer), could you tell me the way to
the railystation?
(Bentuk, makna dan funsi kalimat ini sudah tepat.)
Bagi penutur asli
bahasa Inggris, efek yang ditimbulkan oleh kalimat:
I
would admit that I am wrong
Berbeda dari efek yang ditimbulkan oleh kalimat
I
will admit that I am wrong.
Yang membedakannya terletak pada
penggunaan kata would dan will. Kata would dalam kalimat
pertama menunjukkam kemauan untuk
melakukan sesuatu, sedangkan kata will dalam kalimat yang kedua hanya
menunjukan suatu kegiatan yang akan dilakukan oleh subjek kalimat. Untuk
mendapatkan efek yang sama antara kalimat bahasa sumber dalam bahasa Indonesia,
kalimat-kalimat tersebut seharusnya diterjemahkan menjadi:
-
I would admit that
I am wrong
( Saya mau mengakui bahwa saya salah)
-
I will admit that I am wrong
( Saya akan mengakui bahwa saya salah)
Perlu dicatat bahwa kata would
dalam kalimat pertama tidak ada hubungannya dengan masa lampau (past tense).
Akan tetapi, itu bukan berarti bahwa kala (tense) tidak mempengaruhi
makna kalimat. Bagaimanapun juga, kalimat, Jimmy
Carter was the President of the United States, mempunyai makna yang
berbeda dari kalimat, Jimmy Carter is the President of the United States.
Kita tentunys tidak akan membuat kalimat
yang terakhir itu karena Jimmy carter sudah tidak menjabat lagi sebagai
presiden Amerika.
Bagi penutur asli bahasa Inggris, kalimat- kalimat
Could you open the window?
Can you open the window?
Open the window, please!
Open the window, will you?
Mempunyai efek yang berbeda-beda. Oleh
karena itu, mereka akan memberikan reaksi yang berbeda dalam merespon
masing-masing kalimat tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada saat pembaca
membaca terjemahan kalimat-kalimat itu dalam bahasa Indonesia.
Dr. Kardimin, M.Hum