Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Penelitian, Dikti, Hibah
Bersaing, 2006.
Penerjemahan merupakan proses pengalihan pesan teks bahasa sumber ke dalam
bahasa sasaran. Penerjemahan dapat pula diartikan sebagai proses pengambilan
keputusan dalam peristiwa komunikasi interlingual. Dari sudut pandang Studi
Penerjemahan Deskriptif (Descriptive Translation Studies, disingkat DTS),
konsep penerjemahan sebagai proses pengambilan keputusan menjadi sangat
penting.
Konsep tersebut dipandang penting karena alasan-alasan
berikut ini. Pertama, penerjemahan selalu ditandai oleh perbedaan antara bahasa
sumber dan bahasa sasaran, baik dalam hal strukturnya maupun budaya yang
melatarbelakangi kedua bahasa tersebut. Sebagai akibatnya, dalam setiap praktik
penerjemahan, penerjemah dihadapkan pada masalah ketidaksepadanan, yang lazim
dikenal sebagai ketakterjemahan linguistik dan ketakterjemahan budaya.
Kedua, konsep penerjemahan sebagai proses pengambilan
keputusan mengisyaratkan perlunya proses pemecahan masalah (decision-making
process) dalam penerjemahan, yang direalisasikan melalui penerapan strategi-strategi
penerjemahan. Disatu sisi proses tersebut merupakan proses yang kasat mata
karena terjadi dalam otak atau kotak hitam (black box) penerjemah. Di sisi
lain, proses kognitif tersebut sangat menentukan keberhasilan suatu terjemahan
dalam menjalan misinya sebagai alat komunikasi antar dua belah pihak yang tidak
sebahasa.
Ketiga, suatu produk atau karya terjemahan dihasilkan melalui
tahapan-tahapan yang dicakup dalam proses penerjemahan. Proses penerjemahan itu
tidak akan mungkin terwujud jika tidak ada orang yang melakukannya, yaitu
penerjemah dan keberhasilan penerjemah dalam menjalankan tugasnya akan sangat
tergantung pada latar belakang dan kompetensinya.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pelatihan
dan materi pelatihan penerjemahan berbasis kompetensi sebagai salah satu upaya
untuk meningkat kualitas penerjemah di Surakarta dan Yogyakarta. Penelitian ini
dilaksanakan dalam tiga tahap atau tiga tahun. Tahun pertama adalah tahap
pengembangan model pelatihan dan materi pelatihan penerjemahan berbasis
kompetensi yang diawali dengan penyusunan prototip model yang dikembangkan
melalui studi pustaka, observasi, penugasan, dan Focus Group Discussion (FGD).
Pada akhir tahun pertama akan dihasilkan model pelatihan dan materi pelatihan
penerjemahan. Pada tahun kedua model pelatihan itu dikembangkan melalui uji
coba di lapangan dalam bentuk penelitian tindakan kelas (classroom action
research) untuk menyempurnakan model tersebut dan kemudian diwujudkan dalam
bentuk buku panduan pelatihan dan buku materi pelatihan penerjemahan. Pada
tahun ketiga diadakan uji coba dengan eksperimen untuk menguji efektifitas
model pelatihan dan materi pelatihan tersebut melalui penelitian kualitatif.
Pengembangan model pelatihan dan materi pelatihan
penerjemahan ini dilaksanakan melalui metode penelitian tindakan kelas
(classroom action research) di pusat pelatihan penerjemahan di Surakarta
(Program Pascasarjana UNS) dan di Yogjakarta (Quality Translation Center – QTC.
Pemilihan kedua pusat pelatihan sebagai tempat uji coba adalah dengan cara
purposive sampling. Sebelum pelaksanaan tindakan kelas, diadakan lokakarya
dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) dengan para pelatih uji coba dan tim
peneliti. Kemudian diadakan pelatihan bagi para pelatih dan para penerjemah. Setelah
itu dikembangkan model pelatihan dan materi pelatihan penerjemahan melalui uji
coba selama tiga siklus.
Di samping itu, setiap awal tahun dan akhir tahun penelitian
diadakan lokakarya yang melibatkan tim peneliti, pelatih, peserta pelatihan dan
stakeholders. Lokakarya ini bertujuan untuk (1) merumuskan prototip model
pelatihan dan materi pelatihan penerjemahan berbasis kompetensi, (2) merumuskan
model pelatihan dan materi pelatihan penerjemahan berbasis kompetensi dalam
bentuk buku panduan pelatihan dan buku materi pelatihan yang akan diterbitkan,
(3) menentukan keunggulan model pelatihan dan materi pelatihan penerjemahan
tersebut dibandingkan dengan model pelatihan penerjemahan konvensional. Pada
akhir tahun kedua, buku panduan pelatihan dan buku materi pelatihan
penerjemahan tersebut sudah bisa diterbitkan dan dilampirkan dalam laporan
penelitian. Pada akhir tahun ketiga kedua buku tersebut sudah dapat
disebarluaskan bila telah dinyatakan unggul
Penelitian pada tahun pertama ini bertujuan (1) untuk mengetahui
latar belakang penerjemah di wilayah Surakarta dan Yogyakarta, dalam hal
tingkat pendidikan formal, bidang keahlian akademis, pengalaman praktis di
bidang penerjemahan, keterampilan berbahasa Inggris, partisipasi dalam
pelatihan penerjemahan akademik atau vokasional, dan keikutsertaan dalam
pengembangan profesi, (2) untuk mengetahui kompetensi penerjemah tentang proses
dan strategi penerjemahan, (3) untuk mengetahui kualitas terjemahan yang
dihasilkan oleh penerjemah di wilayah Surakarta dan Yogyakarta, dan (4) untuk
mengetahui keterkaitan antara latar belakang penerjemah dengan proses
penerjemahan, strategi penerjemahan dan kualitas terjemahan yang mereka
hasilkan.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-kualitatif.
Sumber datanya berupa dokumen (teks bahasa Inggris dan terjemahannya dalam
bahasa Indonesia), informan (yang terdiri atas penilai ahli dan pembaca teks
bahasa sasaran), dan penerjemah yang bekerja di biro-biro penerjemahan di
Surakarta dan Yogjakarta Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian adalah kuesioner, wawancara mendalam, dan analisis isi (content
analysis). Informan penelitian dicuplik dengan menerapkan criterion-based
sampling technique.
Berdasarkan hasil analisis terhadap latar belakang
penerjemah, kompetensi penerjemah dan kualitas terjemahan mereka dapat ditarik
beberapa kesimpulan. Pertama, para penerjemah yang dilibatkan sebagai subjek
penelitian dalam penelitian mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup
memadai untuk menjadi penerjemah. Namun, kemampuan mereka dalam memahami teks
bahasa Inggris yang dibangun dari kalimat-kalimat yang kompleks masih kurang.
Keterlibatan mereka dalam pengembangan profesi sangat minim. Kedua, pengetahuan
mereka tentang konsep dan proses penerjemahan sangat memadai meskipun
pengetahuan tersebut tidak selalu mereka terapkan pada saat menerjemahkan.
Dengan kata lain, terjadi kesenjangan antara pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural. Ketiga terjadi kecenderungan dikalangan penerjemah
untuk menerapkan pendekatan bottom-up, yang berakibat pemahaman mereka terhadap
teks bahasa sumber kurang baik Sebagai akibatnya, acapkali timbul
kesalahan dalam menafsirkan teks bahasa sumber yang pada gilirannya menimbulkan
kesalahan dalam memilih kata, istilah, dan konstruksi kalimat dalam terjemahan
mereka. Keempat, para penerjemah belum memahami sepenuhnya konsep keberterimaan
(acceptability) dan keterbacaan (readability). Padahal, kedua aspek tersebut
merupakan bagian atau sifat penting dari terjemahan yang berkualitas. Kelima strategi
penerjemahan yang mereka miliki masih sangat terbatas dalam memecahkan
ketidaksepadanan baik pada tataran kata, di atas tataran kata, padanan
gramatikal, padanan tekstual maupun pada tataran pragmatik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para penerjemah sudah
memiliki pengetahuan deklaratif yang sangat memadai. Pengetahuan deklaratif
yang seperti itu akan sangat berpengaruh pada praktik penerjemahan yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar pengetahuan deklaratif
yang mereka miliki dapat digunakan secara konsisten. Oleh sebab itu. para
penerjemah perlu menyadari bahwa kedua macam pengetahuan itu harus disinergikan
untuk mengatasi persoalan-persoalan yang timbul dalam kegiatan penerjemahan.
Perlu disadari bahwa teori penerjemahan hanya menyediakan
pedoman umum. Sementara itu setiap penerjemahan merupakan kasus, yang
memerlukan cara khusus dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam
praktik penerjemahan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, penerjemah perlu
meningkatkan kemampuan mereka dalam menerapkan strategi-strategi khusus
penerjemahan.
http://lppm.uns.ac.id/pengembangan-model-pelatihan-dan-materi-pelatihan-penerjemahan-berbasis-kompetensi-sebagai-upaya-untuk-meningkatkan-kualitas-penerjemah-di-surakarta-dan-yogyakarta-universitas-sebelas-maret.html#sthash.DDTMI4wI.dpuf